Gerakan Buruh Sebagai Perjuangan Pemenuhan Hak Asasi Manusia
Apakah yang menjadi cita-cita gerakan buruh?
Apakah merubah sistem ekonomi negara? Apakah merebut alat-alat produksi? Atau terciptanya masyarakat tanpa kelas? Tak ada yang salah dengan cita-cita luhur tersebut.
Pada intinya cita-cita gerakan buruh adalah terciptanya kesejahteraan bagi kaum buruh dan keluarganya. Dan untuk mencapai tujuan itu serikat buruh tentu memiliki capaian-capaian yang terukur dan feasible.
Salah dua yang sering menjadi fokus perjuangan buruh dalam memperoleh kesejahteraan adalah menaikkan standar upah minimum (UM) dan kepastian kerja. Dari dua item tersebut upah minimum yang berpengaruh langsung terhadap kesejahteraan kaum buruh. Perjuangan panjang dan sangat menyita energi untuk menaikkan UM sering kali berhasil namun tidak jarang juga gagal atau kenaikannya tidak signifikan. Dari kenaikan UM itupun banyak dari perusahaan-perusahaan yang tidak mematuhi atau menangguhkan kenaikan upah. Bahkan dengan adanya PP no. 78 tahun 2015 perjuangan buruh untuk meningkatkan upah seakan dikebiri dengan dihapusnya keterlibatan serikat pekerja dalam penentuan upah minimum. Karena itu perjuangan buruh untuk dapat sejahtera dan memperbaiki kehidupannya seperti jauh panggang dari api.
komponen-komponen standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 tahun 2012 sebagian besar adalah barang konsumsi. Selain itu komponen-komponen yang ada dalam peraturan tersebut diperuntukkan bagi seorang buruh yang belum menikah. Dengan komponen standar KHL yang mungkin tidak akan berubah, apakah seorang buruh disuruh menjomblo seumur hidup?
Pada umumnya buruh pada suatu saat pasti akan menikah dan memiliki anak. Seiring dengan hal itu kebutuhan buruh pun pasti akan meningkat juga. Akan ada biaya melahirkan, biaya kebutuhan bayi, biaya sekolah anak, biaya kesehatan, hingga biaya perumahan. Namun mirisnya upah kerja tidak akan mengiringi kenaikan biaya tersebut. Upah yang berdasarkan standar KHL seorang bujangan tentu saja jauh dari cukup. Hanya menuntut kenaikan upah tidak akan menyelesaikan masalah. Karena itu mungkin perlu dipikirkan perjuangan mendorong kebijakan-kebijakan strategis terkait pemenuhan hak-hak asasi warga negara.
Hak atas pendidikan
Biaya pendidikan adalah salah satu komponen biaya yang mencekik. Padahal tentu kita semua tahu betapa pentingnya pendidikan. Pendidikan adalah sebuah harapan akan perubahan hidup yang lebih baik bagi anak-anak buruh kelak. Harapan itu pun penting bagi anak-anak, agar mereka memiliki sebuah cita-cita yang dapat diraih melalui pendidikan. Namun pendidikan seperti barang mewah bagi buruh. Tahun 2012 UNICEF meliris laporan tahunan sebanyak 2,3 juta anak usia 7-15 di Indonesia tidak bersekolah. Di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat, dimana terdapat sebagian besar penduduk Indonesia, sebanyak 42% anak putus sekolah. Itu hanya angka di pulau Jawa yang notabene dekat dengan pusat pemerintahan dan menjadi pusat pembangunan selama ini. Bayangkan dengan daerah-daerah di luar pulau Jawa seperti di pelosok-pelosok atau di ‘daerah terluar’, tentu bisa jauh lebih memprihatinkan.
Itulah akibat dari mahalnya biaya pendidikan di negeri ini. Padahal salah satu cita-cita kemerdekaan bangsa ini adalah mencerdaskan kehidupan bangsa yang telah dituangkan menjadi hak konstitusional dalam UUD. Namun Pemerintah kita tidak menganggap pendidikan adalah hal yang penting bagi warganya. Hal ini dapat kita lihat dari kebijakan-kebijakan tentang pendidikan yang dikeluarkan pemerintah. Peraturan terbaru tentang pendidikan yaitu UU No. 20 tahun 2003 dan Instruksi Presiden nomor 5 tahun 2006 mengatur program wajib belajar 9 tahun dan memberikan tanggung jawab penyelenggaraannya kepada pemerintah termasuk soal biaya. Pemerintah hanya bertanggung jawab membiayai pendidikan hingga tingkat SMP. Hanya sampai tingkat SMP. Itupun prakteknya tidak sepenuhnya gratis karena selalu ada berbagai macam biaya tak resmi.
Jangankan berharap dapat mengenyam pendidikan tinggi, anak-anak bangsa dari keluarga tidak mampu hanya dapat kemungkinan memperoleh pendidikan hingga tingkat SMP. Setelah itu mereka disuruh ngapain? Apa cita-cita yang dapat mereka impikan dengan hanya berbekal pendidikan SMP?. Bahkan untuk bekerja menjadi buruh pabrik pun dibutuhkan ijazah SMA. Lantas 2,3 Juta anak yang putus sekolah tadi mau bekerja dimana? Dimana saja asal rela ditindas dan dilanggar hak-haknya.
Kita tahu bahwa banyak kritik terhadap sistem pendidikan di Indonesia, yaitu salah satunya kurikulum yang hanya berorientasi mencetak tenaga kerja. Namun dengan berbagai kekurangan tersebut nyatanya tidak semua anak bangsa mendapatkan akses terhadap pendidikan. Sebagian besar masyarakat tidak mampu membayar biaya pendidikan dan jutaan anak harus putus sekolah, sementara 50-an anggota DPR bisa membagi-bagi uang 2,3 trilyunan dari hasil sekali korupsi. Itu sudah lebih dari cukup membiayai pendidikan 2,3 juta anak bangsa yang putus sekolah. Dan berapa ribu sekolah yang dapat dibangun dengan uang yang telah dirampok tersebut? KITA HARUS MARAH!
Hak atas perumahan.
Rumah merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam hidup manusia. Pada rumah melekat dimensi budaya dan sosial sehingga makna rumah tidak dapat diartikan secara sempit dengan tempat berlindung yang memiliki atap di atas kepala. Tanggung jawab negara dalam pemenuhan hak atas perumahan dan pemukiman juga merupakan amanat pembukaan UUD 1945 dan Pasal 28 H ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Hak atas perumahan merupakan hak yang utama dalam pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya. Hal tersebut dikarenakan didalam hak atas perumahan tersebut juga menyangkut hak-hak lainnya, seperti hak untuk hidup, hak untuk hidup tentram, aman, damai, bahagia dan sejahtera, hak atas lingkungan hidup yang baik, hak atas identitas yang berkaitan dengan hak atas pelayanan kesehatan dan juga hak atas jaminan sosial serta hak-hak lainnya. Jika hak atas perumahan dilanggar, maka ada banyak hak lain juga yang terancam dilanggar.
Bagaimana kenyataan pemenuhan hak atas perumahan tersebut? Rasanya kawan-kawan sadar bahwa memiliki rumah sendiri mungkin hanya sebuah impian. Dalam sepuluh tahun, harga rumah bisa naik tiga sampai empat kali lipat. Pertumbuhannya jauh melampaui pertumbuhan pendapatan rata-rata masyarakat. Dengan upah yang didapat berdasarkan UMK dan struktur skala pengupahan yang tidak jelas, buruh tidak boleh bermimpi untuk punya rumah. Impian buruh cukup hanya membeli motor dengan mencicil dan selamanya menyewa kontrakan atau rumah petak.
Hak-hak yang telah disebutkan di atas adalah hak konstitusi dan hak asasi kita sebagai warga negara. Kita tidak boleh lagi menganggap pemenuhan atas hak-hak tersebut dan hak-hak asasi lainnya adalah sekedar tergantung kemurahan hati Pemerintah. Yang harus kita lakukan adalah berjuang dan memaksa agar pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang konkret. Bukan lagi sekedar himbauan tetapi menjadikannya suatu kewajiban.
Negara ini mampu untuk mewujudkannya. Semua tergantung dari kemauan dan keberpihakan pemerintah. Dan yang tidak kalah penting, perampokan uang negara harus dihentikan. Hasil kajian Laboratorium Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) mencatat Nilai kerugian negara akibat tindak pidana korupsi di Indonesia selama 2001-2015 mencapai Rp203,9 triliun. Tentu yang dimaksud kerugian negara adalah kerugian yang harus ditanggung rakyat. Para Buruh pembayar pajak yang budiman. Ibu-ibu pembeli susu formula untuk bayi mereka. Mahasiswa dan pelajar yang membayar uang semester. Orang sakit yang berobat ke dokter dan membeli obat-obatan. Hingga generasi di masa datang yang mungkin saat ini belum lahir.
Bersolidaritas dengan isu penindasan di luar perburuhan.
Selain itu perjuangan buruh juga harus menyasar isu-isu lain seperti perampasan lahan dan pengalihan fungsi lahan untuk pembangunan. Karena tentu saja dampak dari tindakan-tindakan pemerintah yang beorientasi industri, pembangunan infrastruktur dan eksplotasi sumber daya alam berpengaruh kepada kondisi perburuhan. Sawah dan kebun dirampas dan dialihkan fungsinya. Petani kehilangan alat produksi dan mata pencahariannya sehingga harus menjadi buruh pabrik.
Patut diduga dengan sistem ekonomi yang berlaku sekarang, Negara memang sengaja mengabaikan pendidikan dan melakukan perampasan dan pengalihan fungsi lahan, sehingga rakyat tidak ada pilihan selain menjadi buruh dengan tingkat pendidikan rendah. Akibatnya pasar tenaga kerja terus dibanjiri suplai tenaga kerja dan terjadi kekurangan lapangan pekerjaan. Atas dasar itu pengusaha memiliki alasan untuk membayar upah murah, melakukan PHK sewenang-wenang serta sistem outsourcing dan kontrak yang merugikan buruh.
Perjuangan buruh telah berhasil mendorong lahirnya kebijakan jaminan sosial dan kesehatan bagi rakyat indonesia melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU BPJS. Walaupun pada akhirnya peraturan dan pelaksanaannya jauh dari harapan. Tapi kita bisa lihat perjuangan mendorong suatu kebijakan itu sangat memungkinkan. Dengan catatan perjuangan itu membutuhkan kesolidan dari semua kelompok buruh. Dan wajib dilakukan pengawalan dari penyusunan kebijakan hingga pelaksanaannya sehingga meminimalisir terjadi penyelewengan.
Sejarah kemerdekaan bangsa ini adalah sejarah perjuangan kelas pekerja. Mari membuat sejarah kembali dengan mewujudkan kesejahteraan bangsa ini sebagai sejarah perjuangan kelas pekerja.
Buruh bersatu tak bisa dikalahkan!
By Hirson Karisma