Preloader
  • 082120171321
  • Jl. Kalijati Indah Barat No. 8, Antapani Bandung 40291
  • Senin-Kamis: 10.00-15.00 WIB

Pernyataan Sikap Pemberangusan Ruang Berekspresi oleh Rektor ISBI

16 Februari 2025

 

Pentas teater kelompok Payung Hitam yang sudah direncanakan akan dipentaskan pada Sabtu-Minggu, 15-16 Februari 2025 di di Studio Teater ISBI Bandung, batal dilaksanakan. Pintu studio digembok dan baliho pementasan dicabut sepihak oleh kampus. Kelompok teater senior ini akan membawakan pentas yang berjudul “Wawancara Dengan Mulyono”. Akan tetapi, pihak kampus melarang pertunjukan ini karena alasan bermuatan politis.

 

Disamping itu, pentas ini akan digelar bersamaan dengan peluncuran buku teks-teks monolog karya Rachman Sabur, bertepatan dengan genap 43 tahun Teater Payung Hitam merayakan kreativitasnya di panggung seni peran. Salah satu naskah dalam buku ini berjudul “Wawancara Dengan Mulyono”.

 

Rachman Sabur selaku penyelenggara acara teater ini menyatakan bahwa di pentas yang akan direncanakan ini, ia akan berperan sebagai  jurnalis yang mewawancarai Tony Broer sebagai sosok yang berperan sebagai ‘Mulyono’. Rachman akan mengajukan beragam pertanyaan mulai dari proyek strategis nasional (PSN), Ibu Kota Nusantara (IKN), sampai Pagar Laut.

 

Sebelum hari H, baliho pertunjukan berukuran 3×4 meter yang dipasang sejak Rabu, 12 Februari 2025 mengalami pencopotan. Baliho sempat dipasang tetapi dicabut kembali. Baliho ini berisi keterangan tentang pertunjukan Teater  Payung Hitam “Wawancara dengan Mulyono”.

 

Mengenai pemasangan Baliho yang dicabut, pihak ISBI Bandung menilai adanya unsur kesengajaan untuk membahayakan lembaganya, menganggap isi teater berbahaya karena mendiskreditkan nama seseorang dan berbau politik sehingga baliho tersebut diturunkan dan pementasan teater dilarang dengan menggembok studio teater yang akan menjadi tempat pementasan teater berlangsung. Retno Dwimarwati selaku Rektor ISBI Bandung melakukan pencopotan tersebut merupakan tindakan dalam menegaskan komitmennya untuk terus menjaga nilai-nilai kebangsaan dan memastikan bahwa kampus tetap menjadi ruang yang aman bagi seluruh civitas akademika tanpa adanya diskriminasi berbasis SARA serta aktivitas yang mengandung unsur politik.

 

Meskipun tidak adanya surat pelarangan pentas teater tersebut, penggebokkan dan pencabutan Baliho yang terpasang, merupakan sebuah tindakan pelarangan pementasan teater “Wawancara dengan Mulyono”. Pihak kampus menyarankan penampilan teater itu tetap berlangsung tetapi tidak di dalam kampus melainkan menggunakan ruang kesenian yang lebih netral.

 

Pihak kampus ISBI Bandung menuturkan permohonan perizinan pelaksanaan pentas teater ini memang sudah masuk sejak tanggal 9 Januari 2025 kepada Kepala Studio Teater. Namun surat ini tidak ditanggapi karena kepala studio merasa tidak memiliki kapasitas untuk menjawab.

Pentas teater adalah sebuah bentuk kegiatan seni yang memungkinkan individu atau kelompok untuk berekspresi dan menyampaikan pendapat mereka melalui pertunjukan dramatis. Dalam teater, para pemain menghidupkan cerita atau ide melalui dialog, gerakan, dan ekspresi wajah yang saling berinteraksi di atas panggung. Pentas teater bukan hanya tentang akting, tetapi juga tentang menyampaikan pesan, ide, atau perasaan yang ingin disampaikan kepada audiens.

 

Sebagai kegiatan berekspresi, teater memberikan ruang bagi individu untuk menunjukkan kreativitas, emosi, dan pemikiran mereka dalam bentuk yang dinamis dan menggugah. Ini bisa mencakup berbagai tema, dari kisah pribadi hingga kritik sosial, yang memungkinkan setiap orang untuk melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda.

 

Selain itu pelarangan pertunjukan teater “Wawancara dengan Mulyono” perlu ditinjau dari perspektif Hak Asasi Manusia (HAM) dimana hak kebebasan berekspresi yang dijamin dalam Pasal 19 DUHAM. Teater sebagai bentuk ekspresi seni tidak hanya menjadi sarana bagi seniman untuk menyampaikan pesan, tetapi juga sebagai ruang bagi masyarakat untuk menikmati dan berpartisipasi dalam kehidupan budaya, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 DUHAM. Pelarangan ini pada akhirnya membungkam suara kritis dan mengurangi keragaman ekspresi budaya dalam masyarakat.

Serta pada Pasal 28 E ayat 3. Dalam ayat tersebut, dikatakan bahwa “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat” Pasal ini menunjukkan bahwa kebebasan berekspresi dan berpendapat adalah hak dasar yang harus dilindungi oleh negara. Selain itu, Pasal 28F yang berbunyi Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pendapat dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.” dan pada Pasal 1 Ayat (1) UU No. 9/1998 yang berbunyi “Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh undang-undang.”.

Pelarangan ini mencerminkan dinamika kekuasaan dan kontrol terhadap ruang publik. Adanya intervensi atau tekanan dari pihak tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat menjadi indikasi upaya untuk membatasi narasi atau pesan kritis yang disampaikan melalui pertunjukan teater tersebut. Hal ini menunjukkan bagaimana seni dan budaya seringkali menjadi korban dalam pertarungan kepentingan politik, yang pada akhirnya memengaruhi kebebasan berekspresi dan partisipasi masyarakat dalam proses demokratis. Oleh karena itu, pelarangan ini tidak hanya menjadi persoalan teknis, tetapi juga mencerminkan tantangan dalam menjaga ruang seni sebagai medium yang bebas dan inklusif bagi semua pihak.

Kampus seharusnya menjadi ruang yang menjunjung tinggi kebebasan akademik dan kebebasan berekspresi, yang merupakan prinsip dasar dalam pendidikan tinggi. Jika kampus terlibat dalam pelarangan pertunjukan teater, hal ini dapat dianggap sebagai pengingkaran terhadap perannya sebagai garda depan dalam melindungi hak-hak tersebut. Kampus seharusnya memfasilitasi dialog terbuka dan mendukung ekspresi seni sebagai bagian dari proses pembelajaran dan pengembangan diri mahasiswa.

Lewat siaran pers tertulis, pihak kampus berdalih, tindakan itu dilakukan dalam rangka menjaga kondusivitas lingkungan akademik dari segala kegiatan berunsur SARA dan berbau politik praktis yang melibatkan dosen maupun mahasiswa.

Seharusnya Kampus tidak hanya berperan sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki pengaruh sosial dan politik. Jika kampus memutuskan untuk melarang pertunjukan, keputusan tersebut dapat mencerminkan ketidakberpihakan pada nilai-nilai demokrasi dan HAM. Kampus seharusnya menjadi contoh dalam mendorong kebebasan berekspresi dan melindungi hak-hak seniman serta masyarakat untuk menikmati karya budaya.

Kampus memiliki tanggung jawab untuk membentuk kesadaran kritis mahasiswa dan masyarakat. Pelarangan pertunjukan teater, terutama yang mengandung pesan kritis atau kontroversial, dapat dianggap sebagai upaya untuk membatasi ruang diskusi dan pembelajaran. Kampus seharusnya mendorong mahasiswa untuk terlibat dalam diskusi yang sehat dan kritis, bukan membatasi akses mereka terhadap karya seni yang dapat memicu pemikiran mendalam.

Sehingga yang pemberangusan ruang-ruang kebebasan berekspresi dan berpendapat yang dilakukan oleh kampus ISBI Bandung merupakan tindakan yang melanggar Hak Asasi Manusia dan mencederai konstitusi. Atas adanya tindakan tersebut LBH Bandung menyatakan sikap:

 

  1. Tindakan ini mencerminkan bahwa negara melakukan pembiaran pada tindakan pelanggaran HAM pada isu kebebasan berekspresi, berpendapat dan berbudaya. Negara semestinya hadir dalam wujud penghormatan bagi siapapun yang akan melakukan kegiatan berekspresi, berpendapat dan berbudaya sebagaimana amanat konstitusi UUD 1945.
  2. Mengecam tindakan Rektor dan pihak ISBI Bandung yang secara langsung melawan amanat Konstitusi Negara dimana Negara menjamin kebebasan berekspresi, berpendapat dan berbudaya warga Negaranya;
  3. Menuntut Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) untuk melakukan penindakan yang Tegas terhadap segala bentuk tindak pemberangusan kebebasan berekspresi dan berpendapat di lingkungan kampus terkhusus ISBI Bandung dan memprosesnya sesuai prosedur yang berlaku;
  4. Menuntut agar kampus, pemerintah, dan institusi lainnya memberikan dukungan penuh terhadap ruang seni yang bebas dan inklusif. Hal ini termasuk menyediakan sumber daya, fasilitas, dan perlindungan hukum bagi seniman dan karya mereka.
  5. Menuntut komitmen resmi dari pihak ISBI Bandung untuk tidak mengulangi pelarangan sewenang-wenang di masa depan. Institusi harus menjamin perlindungan terhadap kebebasan berekspresi dan hak seniman untuk menampilkan karya mereka.