Preloader
  • 082120171321
  • Jl. Kalijati Indah Barat No. 8, Antapani Bandung 40291
  • Senin-Kamis: 10.00-15.00 WIB

Partizan Volume 3 Issue No. 2

Berangkat dari maraknya penggusuran paksa yang terjadi di Kota Bandung dan lanjuta dari babak penghancuran ruang-ruang hidup di beberbagai wilayah katakanlah Wadas, Kulon Progro, Pakel dan ekpansi batu bara di Kalimantan serta sawit di Papua dan Sabah menuai pertanyaan tentang apa kaitan diantara proses penghancuran yang terjadi di wilayah-wilayah tersebut. Terbesit untuk memulai Kembali wacana tentang urbanisasi dengan pertanyaan seputar apa keterhubungan diantara penggusuran paksa di kota bandung, urbanisasi dan penghancuran ruang hidup di pedesaan.

Urbanisasi setidaknya bermasalah dalam tiga putaran yang meliputi siapa yang memiliki kontrol atas rencana tersebut? kedua, darimana bahan baku semen, beton, lahan, air, listrik dalam proses tersebut berasal? Ketiga, bagaimana cara untuk mendapatkan material yang digunakan dalam proses tersebut.

Semenjak tidak ada satu pun dari kontrol yang diberikan pada warga negara untuk terlibat dalam proses urbanisasi tentu saja pertanyaan kedua dan ketiga pasti memiliki jawaban yang akan merugikan orang yang tidak pernah berada dalam jawaban dari pertanyaan pertama.

Konflik yang kini terjadi di pedesaan dan diluar wilayah urban terjadi untuk memenuhi kebutuhan urbanisasi diperkotaan. Sehingga krisis dari penghancuran sosio-ekologis pedasaan berpusat pada urban, singkat kata pusat dari krisis itu sendiri berada di urban. Sepanjang tidak ada populasi urban yang dapat mengendalikan proses urban sepanjang itu pula titik-titik krisis bermunculan.

Hadir sebagai Tawaran untuk merebut kontrol penggunaan surplus produksi dalam proses urban, David Harvey menawarkan ide untuk merebut hal tersebut melalui hak kolektif warga negara dalam menentukan pembangunan urban atau Hak Atas Kota. Ide tersebut cukup sederhana namun menantang untuk dibicarakan, bercantolan pada Hak asasi Manusia lebih tepatnya dalam teori tentang HAM generasi ketiga mengenai hak kolektif. Dimana seluruh proses pembangunan yang dilakukan harus direbut secara kolektif oleh warga negara termasuk dalam proses pembangunan urban. [1]

Meski demikian catatan dari teori HAM tersebut belum diakui dan menjadi konsensus norma-norma internasional namun penting sekali untuk menjadikan ini sebagai perjuangan HAM karena sejadinya perjuangan HAM merupakan bagian tak terpisahkan dari perjuangan kelas. Dalam edisi Indonesia ini hanya menambahkan beberapa konteks disana-sini dalam istilah atau peristiwa yang asing bagi pembaca Indonesia yang bisa dilihat di catatan kaki.

Singkat kata, selamat membaca.

Partizan!

Catatan
1. Tentang apa-apa saja yang terkandung dalam HAM generasi ketiga lihat: Sarani MR, Sadeghi SH, Ravandeh H. The Concept of “Right” and its Three Generations. Int J Sci Stud 2017;5(4):37-41 DOI: 10.17354/ijssI/2017/6

Link Unduh