Partizan Volume 3 Issue No.3
Edisi terbaru ini berjudul “Anti-Eviction Tools” harapannya dapat memberi imajinasi baru tentang penggusuran paksa yang terjadi belakangan hari ini. Disadur dari laporan pelapor khusus yang mengusurusi permasalahan hunian layak sebagai komponen dari standar kehidupan yang layak yang berjudul “BASIC PRINCIPLES AND GUIDELINES ON DEVELOPMENT-BASED EVICTIONS AND DISPLACEMENT CONTENTS”.
Sejatinya laporan tersebut ditujukan sebagai panduan bagi negara-negara PBB dalam menjalankan pembangunan yang berpotensi membuat orang menjadi gelandangan akibat penggusuran paksa.
Pelapor khusus PBB ini ditugasi untuk melakukan sebuah kajian oleh Dewan Hak Asasi Manusia dan 15 Maret 2006 pelapor khusus diminta untuk menunjukan hasil laporannya dihadapan Dewan Hak Asasi Manusia di sesi ke 4.
Melalui laporan tersebut pelapor khusus menyerukan agar Dewan Hak Asasi Manusia untuk segera melakukan penyebarluasan laporan tersebut yang berisikan prinsip- prinsip yang dengan maksud agar setiap negara anggota termasuk Indonesia menerapkan prinsip-prinsip tersebut ketika akan melakukan proyek pembangunan yang berpotensi terjadinya penggusuran secara paksa dalam pelaksanaannya.
Penerbitan dalam Bahasa Indonesia ini dilakukan oleh LBH Bandung dengan satu tujuan. Memperkaya pengetahuan warga negara atas hak asasi manusia, khususnya dalam konteks pengggusuran paksa.
Lebih utama lagi edisi Indonesia ini diproduksi untuk merespon situasi penggusuran paksa dan perampasan ruang hidup yang terjadi berkali-kali baik di wilayah urban maupun rural Jawa Barat. Diharapkan publikasi ini dijadikan bahan diskusi bagi warga negara dimanapun
mereka berada yang sedang diancam, terancam dan melawan penggusuran paksa ditempatnya masing -masing.
Warga negara diseluruh penjuru Indonesia tersebut perlu mengetahui bahwa penggusuran paksa atas nama pembangunan, kepentingan umum, keselamatan umum dan perbaikan lingkungan hidup hanya dibenarkan dalam situasi sebagai berikut:
1. Dapat mengancam nyawa, kesehatan dan keselamatan orang yang berada ditempat tersebut. Misalnya bencana alam dan situasi konflik bersenjata
2. Bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat yang lebih luas misalnya digusur karena tanahnya akan dijadikan objek redistribusi dalam program reforma agraria bagi masyarakat yang tidak memiliki tanah.
Meski demikian proses tersebut harus melawati proses-proses yang sangat amat demokrtis, partisipatif dan mengutamakan kepentingan kelompok marjinal yang lemah secara ekonomi, politik dan hukum.
Seluruh proses perencanaan, pelaksanaa dan pasca pelaksanaan perlu di musyawarahkan dengan adil dan terbuka. Masyarakat terdampak perlu dilibatkan dalam proses yang sangat partisipatif dan negara harus melakukan kajian dampak sosial dalam setiap proses yang melibatkan penggusuran serta menerima dan mempertimbangkan seluruh rencana tandingan dari masyarakat terdampak.
Jika dilakukan tanpa mempertimbangkan hal yang telah disebutkan sebelumnya maka tidak ada alasan bagi warga negara yang berpotensi digusur untuk berkewajiban menyerahkan tanah dan bangunan pada negara maupun pihak swasta. Sebaliknya warga negara justru memiliki hak untuk mempertanyakan, menantang dan menentang rencana tersebut.
Singkatnya penggusuran adalah upaya terakhir. Tanpa ada partisipasi aktif dan bermakna dari warga negara, maka dalam bentuk apapun penggusuran tersebut merupakan sebuah tindakan penggusuran paksa dan penggusuran paksa adalah sebuah pelanggaran HAM Berat.
Akhir kata, selamat membaca dan berdiskusi dengan tetangga disekitar anda.
Jaga Lahan, Lawan Tiran.
Partizan!